tag:blogger.com,1999:blog-32687711121100791772024-03-14T05:02:36.307-07:00Harmoni HatiRudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.comBlogger150125tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-4770108926346780702011-06-10T00:32:00.000-07:002011-06-12T05:41:52.129-07:00O, Cinta<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">O, cinta itu datang, dari mana saja.<br />
O, cinta itu datang, jika engkau peduli.<br />
O. jika itu cinta ada di dalam dada dan di dalam kepala,<br />
Aku merasakan rasa cinta yang luar biasa setiap waktu, semenjak mengerti artinya.<br />
<br />
Aku merasakanmu wahai cinta.<br />
Aku mengenalmu<br />
Wahai cinta, mendekatlah.<br />
<br />
O, keabadian cinta,<br />
Mendekatlah dan tinggallah selalu di hati,<br />
temani aku mengukir suka, di kala kau datang <br />
agar aku takkan diselimuti hening.<br />
Cinta, engkau selalu hidup dan selalu ada di jiwa ini.<br />
<br />
<br />
<b>Medan, 10 juni 2011 </b></div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-87948382657524225432011-05-29T19:52:00.001-07:002011-05-29T19:52:34.487-07:007 Alasan Mencela Diri<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="entry"> Tujuh kali aku pernah mencela jiwaku,<br />
pertama kali ketika aku melihatnya lemah,<br />
padahal seharusnya ia bisa kuat.<br />
Kedua kali ketika melihatnya berjalan terjongket-jongket<br />
dihadapan orang yang lumpuh<br />
Ketiga kali ketika berhadapan dengan pilihan yang sulit dan mudah<br />
ia memilih yang mudah<br />
Keempat kalinya, ketika ia melakukan kesalahan dan cuba menghibur diri<br />
dengan mengatakan bahawa semua orang juga melakukan kesalahan<br />
Kelima kali, ia menghindar kerana takut, lalu mengatakannya sebagai sabar<br />
Keenam kali, ketika ia mengejek kepada seraut wajah buruk<br />
padahal ia tahu, bahawa wajah itu adalah salah satu topeng yang sering ia pakai<br />
Dan ketujuh, ketika ia menyanyikan lagu pujian dan menganggap itu sebagai suatu yang bermanfaat<br />
<br />
<strong>~ Khalil Gibran</strong><br />
</div></div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-55151790700404616472011-05-29T19:51:00.003-07:002011-05-29T19:51:53.082-07:00Prosa VI<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">Bersyukurlah pada kehidupan yang telah menganugerahimu rasa haus.<br />
Hatimu akan menjadi seperti tepian pantai dari sebuah samudera yang tak memiliki gelombang.<br />
Tak menyimpan gemuruh dan tak mengerami pasang surut bila engkau tak memiliki rasa haus. Teguklah isi pialamu sendiri sambil memekik gembira.<br />
Junjunglah pialamu di atas kepalamu lalu teguklah kuat demi mereka yang meminumnya dalam kesendirian.<br />
AKu pernah sekali mencari gerombolan manusia yang kemudian duduk rapi mengelilingi meja jamuan sebuah pesta kemudian minum dengan sepuas-puasnya.<br />
Namun mereka tidak mengangkat anggurnya di atas kepalaku, tidak pula meresapkannya ke dalam dadaku.<br />
Mereka hanya membasahi kakiku….kebijakanku masih kerontang.<br />
Hatiku terkunci dan terpatri.<br />
Cuma sepasang kakikulah yang bergomol dengan mereka diantara selubung kabut yang suram.<br />
Aku tidak lagi mau mencari kumpulan manusia atau pula meneguk anggur bersama mereka dalam meja jamuan pesta mereka.<br />
Apa yang engkau rasakan jika kututurkan padamu semua itu jika waktu begitu garang menghentaki jantungmu?<br />
Akan sangat baik bagimu bila engkau meneguk piala rengsamu seorang diri dan piala bahagianmu seorang diri pula…<br />
<br />
<strong>~ Khalil Gibran</strong></div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-70767602359964129712011-05-29T19:51:00.001-07:002011-05-29T19:51:18.750-07:00Prosa IV<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">Kemudian datang seorang pertapa, Yang sekali setahun turun ke kota,<br />
Memohon jawapan tentang kesenangan. Jawabnya demikian :<br />
Kesenangan adalah lagu kebebasan, Namun bukannya sang kebebasan sendiri,<br />
Dialah bunga-bunga hasrat keinginan, Namun bukan buah yang asli. Sebuah jurang ternganga yang berseru ke puncak ketinggian, Itulah dia ; namun dia bukan kedalaman maupun ketinggian itu sendiri. Dialah si terkurung yang<br />
terbang terlepas, Namun bukannya ruang yang terbentang luas ; Ya, sesungguhnyalah kesenangan merupakan lagu kebebasan. Dan aku amat suka bila dapat mendengarkan, Kalian menyanyikannya dengan sepenuh hati, Namun<br />
jangan hanyutkan diri dalam nyanyian<br />
Beberapa diantaramu mencari kesenangan, Seolah kesenangan itu adalah segala-galanya, Dan mereka ini dipersoalkan, dihakimi dan dipersalahkan. Aku tak akan mempersalahkannya, ataupun memarahinya,<br />
Melainkan akan mendorong mereka untuk mencari dan menyelami. Sebab mereka akan menemukan kesenangan, Namun kesenangan tiada berdiri sendiri. Saudaranya ada beberapa, ialah tujuh orang puteri, Yang terjelek pun diantaranya lebih unggul kecantikannya, Daripada dia yang bernama<br />
kesenangan. Engkau pernah mendengar tentang seorang manusia, Yang menggali tanah hendak mencari akar, Namun menemukan harta pusaka ?<br />
Beberapa di antara orang tua mengenangkan saat kesenangan, Dengan penuh rasa penyesalan, Seolah kesenangan itu dosa yang diperbuatnya, Tatkala sedang terbius di luar kesedarannya.<br />
Tapi penyesalan ini hanya mengaburkan akal budi, Tiada berkemampuan menyucikan hati nurani, Sayugia mereka mengingat kesenangan yang lalu, Dengan rasa syukur dan terima kasih dalam kalbu, Sebagaimana mereka<br />
mengenang rahmat tuaian di musim panas ; Namun pabila rasa penyesalan lebih menenteramkan hatinya, Maka biarlah mereka menikmati ketenteramannya.<br />
Dan ada di antaramu yang bukan lagi remaja namun masih perlu mencari, Pun belum terlampau tua namun memerlukan kenang-kenangan untuk digali,<br />
Lalu menyingkirkan segala kesenangan yang ada di mayapada, Khuatir melemahkan kekuatan jiwa, Ataupun bertentangan dan merugikannya. Tapi dalam pencegahan diri inipun terletak kesenangan mereka, Dan dengan demikian mereka pun menemui sebuah mustika,<br />
Walau semua mereka dengan tangan gementar, hanya mencuba menggali akar. Tetapi katakanlah padaku, siapakah yang dapat menenang jiwa ? Si burung bul-bul yang menyanyikan lagu merdu, Terganggukah olehnya ketenangan malam yang syahdu ? Atau ambillah dia, si kunang-kunang, Adakah diganggunya keagungan bintang-bintang ? Dan nyala api, ataupun asap bara, Adakah dia memberati pawana ? Dan dikau mengira, bahwa jiwa merupakan danau yang tenang, Yang hanya dengan sentuhan sepucuk kayu, dapat kauganggu ?<br />
Betapa seringnya, dengan menyingkiri segala kesenangan, Kau hanya menimbun keinginan tersembunyi, di relung kesedaran. Siapa tahu bahawa apa yang nampaknya lenyap sekarang, dari<br />
permukaan, hanya menanti saat kebangkitan dihari kemudian ?<br />
Bahkan jasmani memahami kudratnya dan keperluan hak alamiahnya, Serta tiada sudi mengalami tipuan dari akal manusia. Jasmani adalah kecapi jiwa,<br />
Tergantung kepada manusia, Untuk menggetarkannya dengan petikan lagu merdu, Ataupun suara yang tiada menentu.<br />
Lalu sekarang bertanyalah dalam hatimu; bagaimana cara membezakan baik-buruk dalam kesenangan? Maka pergilah dikau ke ladang, kebun dan tamanmu, Dan kau akan mengerti, bahawa bagi lebah, menghisap madu adalah kesenangan, namun bagi bunga pun memberikan madu adalah kesenangan.<br />
Untuk lebah, bunga merupakan pancaran kehidupan, Untuk bunga, lebah merupakan duta kasih kehidupan. Dan bagi keduanya, sang lebah maupun sang bunga, Memberi dan menerima kesenangan adalah keperluan dan keasyikan.<br />
Rakyat Orphalese, bersenanglah bagaikan bunga dan lebah.<br />
<br />
<strong>~ Khalil Gibran</strong></div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-34740857410898930082011-05-29T19:50:00.003-07:002011-05-29T19:50:42.756-07:00Prosa III<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="entry"> Dan aku melihat hal-hal yang menyedihkan,<br />
Para Malaikat Kebahagiaan tengah berperang dgn Syaitan-syaitan Penderitaan<br />
Dan Manusia berdiri di antara mereka.<br />
Yang satu menariknya dengan Harapan dan yang lain dengan Keputus-asaan.<br />
Aku melihat Cinta dan Benci bermain-main di hati manusia, Cinta menyembunyikan kesalahan Manusia dan memabukkanya dengan anggur kepatuhan, pujian dan rayuan: sementara Kebencian menghasutnya dan menutup telinganya dan membutakan matanya dari Kebenaran…<br />
Aku melihat para pemimpin mulutnya berbuih seperti serigala licik dan juri penyelamat palsu merencanakan dan bersekongkol untuk Melawan Kebahagiaan Manusia..<br />
Dan aku melihat Manusia memanggil Kebijakan untuk membebaskannya, tetapi Kebijakan tidak mendengar jeritannya, kerana Manusia pernah Mengabaikannya ketika ia berbicara kepadanya di jalananan kota…<br />
(Dari Suara Sang Guru)<br />
<br />
<strong>~ Khalil Gibran</strong><br />
</div></div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-64868017791114837722011-05-29T19:50:00.001-07:002011-05-29T19:50:07.530-07:00Prosa II<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="entry"> Bila kau memberi dari hartamu, tidak banyaklah pemberian itu. Bila kau memberi dari dirimu, itulah pemberian yang penuh erti. Sebab, apalah harta milikan itu, pabila ia bukan simpanan yang kaujaga buat persediaan di hari kemudian ?<br />
Dan hari kemudian; terkandung janji apakah bagi dia, si anjing kikir, Yang menimbun tulang-tulang di bawah pasir, Dalam perjalanan ke kota suci, mengikuti musafir ?<br />
Dan bukankah ketakutan akan kemiskinan, Merupakan kemiskinan itu sendiri ? Ketakutan akan dahaga, sedangkan sumur masih penuh, Bukankah dahaga yang tak mungkin dipuaskan ?<br />
Ada orang yang memberi sedikit dari miliknya yang banyak Dan pemberian itu dilakukan demi sanjungan, Hasrat tersembunyi membuat tak murni dermanya.<br />
Ada pula yang memiliki sedikit dan memberikan segalanya. Merekalah yang percaya akan kehidupan dan anugerah kehidupan, Dan peti mereka tiada pernah mengalami kekosongan.<br />
Ada yang memberi dengan kegembiraan di hati, Kegembiraanlah yang menjadi anugerah pengganti. Ada yang memberi dengan kepedihan di hati, maka Kepedihan menjadi air pensucian diri.<br />
Dan ada yang memberi tanpa merasa sakit di dalamnya, Tanpa mencari kegirangan dari pemberiannya, Tanpa mengingat-ingat kebaikannya; Mereka memberi, sebagaimana di lembah sana, Bunga-bunga menyebarkan wewangiannya ke udara.<br />
Melalui mereka inilah, Tuhan berbicara, Dan dari sinar lembut tatapan mata mereka Dia tersenyum pada dunia.<br />
…<br />
Sebab sesungguhnya, kehidupanlah yang memberi pada kehidupan .Sedangkan kau, yang mengira dirimu seorang pemberi, Sebetulnya hanyalah seorang saksi.<br />
Dan kau, kaum penerima – ya, engkau semuanya tergolong penerima ! Jangan memberati diri dengan rasa terhutang budi, Sebab kau akan membebani dirimu dan dia yang memberi.<br />
Sayugia kau bangkit bersama si pemberi, Naik sayap pemberiannya, Melambung ke taraf yang lebih tinggi.<br />
Terlampau menyedari hutangmu, adalah meragukan kedermawanan dia, Sang putera Bumi yang murah hati, Dan Tuhan, sebagai sumber segala hartanya.<br />
<br />
<strong>~ Khalil Gibran</strong><br />
</div></div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-62789261463932116162011-05-29T19:49:00.001-07:002011-05-29T19:49:34.687-07:00Prosa I<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="entry"> Bila engkau sedang bersukaria<br />
renunglah dalam-dalam<br />
ke lubuk hati<br />
disanalah nanti engkau dapati<br />
bahwa hanya yang pernah membuat derita<br />
berkemampuan memberimu bahagia<br />
Jika engkau berdukacita<br />
renunanglah lagi, ke lubuk hati<br />
disanalah pula bakal kau temui<br />
bahawa sesungguhnya<br />
engkau sedang menangisi<br />
sesuatu yang pernah<br />
engkau syukuri<br />
<br />
<strong>~ Khalil Gibran</strong><br />
</div></div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-8392497409071746122011-05-29T19:48:00.001-07:002011-05-29T19:48:36.778-07:00Kisahku<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">Dengarkan kisahku… .<br />
Dengarkan, tetapi jangan menaruh belas kasihan padaku: kerana belas kasihan menyebabkan kelemahan, padahal aku masih tegar dalam penderitaanku..<br />
Jika kita mencintai, cinta kita bukan dari diri kita, juga bukan untuk diri kita. Jika kita bergembira, kegembiraan kita bukan berada dalam diri kita, tapi dalam Hidup itu sendiri. Jika kita menderita, kesakitan kita tidak terletak pada luka kita, tapi dalam hati nurani alam.<br />
Jangan kau anggap bahawa cinta itu datang kerana pergaulan yang lama atau rayuan yang terus menerus. Cinta adalah tunas pesona jiwa, dan jika tunas ini tak tercipta dalam sesaat, ia takkan tercipta bertahun-tahun atau bahkan dari generasi ke generasi.<br />
Wanita yang menghiasi tingkah lakunya dengan keindahan jiwa dan raga adalah sebuah kebenaran, yang terbuka namun rahsia; ia hanya dapat difahami melalui cinta, hanya dapat disentuh dengan kebaikan; dan ketika kita mencuba untuk menggambarkannya ia menghilang bagai segumpal wap.<br />
<strong>~Khalil Gibran</strong></div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-87427122057132361832011-05-29T19:47:00.001-07:002011-05-29T19:47:15.482-07:00Nyanyian Sukma<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="entry"> Di dasar relung jiwaku<br />
Bergema nyanyian tanpa kata; sebuah lagu<br />
yang bernafas di dalam benih hatiku,<br />
Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ; ia meneguk rasa kasihku<br />
dalam jubah yg nipis kainnya, dan mengalirkan sayang,<br />
Namun bukan menyentuh bibirku.<br />
Betapa dapat aku mendesahkannya?<br />
Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana<br />
Kepada siapa aku akan menyanyikannya?<br />
Dia tersimpan dalam relung sukmaku<br />
Kerna aku risau, dia akan terhempas<br />
Di telinga pendengaran yang keras.<br />
Pabila kutatap penglihatan batinku<br />
Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,<br />
Dan pabila kusentuh hujung jemariku<br />
Terasa getaran kehadirannya.<br />
Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya,<br />
Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya<br />
bintang-bintang bergemerlapan.<br />
Air mataku menandai sendu<br />
Bagai titik-titik embun syahdu<br />
Yang membongkarkan rahsia mawar layu.<br />
Lagu itu digubah oleh renungan,<br />
Dan dikumandangkan oleh kesunyian,<br />
Dan disingkiri oleh kebisingan,<br />
Dan dilipat oleh kebenaran,<br />
Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan,<br />
Dan difahami oleh cinta,<br />
Dan disembunyikan oleh kesedaran siang<br />
Dan dinyanyikan oleh sukma malam.<br />
Lagu itu lagu kasih-sayang,<br />
Gerangan ‘Cain’ atau ‘Esau’ manakah<br />
Yang mampu membawakannya berkumandang?<br />
Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:<br />
Suara manakah yang dapat menangkapnya?<br />
Kidung itu tersembunyi bagai rahsia perawan suci,<br />
Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?<br />
Siapa berani menyatukan debur ombak samudra<br />
dengan kicau bening burung malam?<br />
Siapa yang berani membandingkan deru alam,<br />
Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian?<br />
Siapa berani memecah sunyi<br />
Dan lantang menuturkan bisikan sanubari<br />
Yang hanya terungkap oleh hati?<br />
Insan mana yang berani<br />
melagukan kidung suci Tuhan?<br />
<br />
<em>(Dari ‘Dam’ah Wa Ibtisamah’ -Setitis Air Mata Seulas Senyuman) </em><br />
<strong>~ Khalil Gibran</strong><br />
</div></div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-68821306351018079252011-05-29T19:46:00.001-07:002011-05-29T19:46:33.761-07:00Nyanyian Hujan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><b><span style="color: blue;"> Author : Khalil Gibran</span></b><br />
<br />
Aku ini percikan benang-benang perak yang dihamburkan dari syurga oleh dewa-dewa.<br />
Alam raya kemudian meraupku, bagi menyirami ladang dan lembahnya.<br />
Aku ini taburan mutiara, yang dipetik dari mahkota Raja Ishtar, oleh puteri Fajar,<br />
untuk menghiasi taman-taman mayapada.<br />
Pabila kuurai air mata, bukit-bukit tertawa;<br />
Pabila aku meniup rendah, bunga-bunga gembira,<br />
Dan bila aku menunduk, segalanya cerah-ceria.<br />
Ladang dan awan mega berkasih-mesra,<br />
Di antara mereka aku pembawa amanat setia,<br />
Yang satu kulepas dari dahaga,<br />
Yang lain kuubati dari luka.<br />
Suara guruh mengkhabarkan kedatanganku<br />
Pelangi di langit menghantar pemergianku,<br />
Bagai kehidupan duniawi, diriku,<br />
Dimulakan pada kaki kekuatan alam,<br />
Dan diakhiri di bawah sayap kematian.<br />
Aku muncul dari dalam jantung samudera,<br />
Melayang tinggi bersama pawana,<br />
Pabila kulihat ladang memerlukanku,<br />
Aku turun, kubelai mesra bunga-bunga dan pepohonan<br />
Dalam berjuta cara.<br />
Jemariku lembut bermain pada jendela-jendela kaca<br />
Dan berita yang kubawa membawa bahagia,<br />
Semua orang dapat mendengarnya, namun hanya yang peka,<br />
Dapat memahami maknanya.<br />
Panas udara melahirkan aku,<br />
Namun sebagai balasannya aku membunuhnya,<br />
Laksana wanita yang mengungguli jejaka,<br />
Dengan kekuatan yang dihisap daripadanya.<br />
Diriku helaan nafas samudera<br />
Gelak tertawa padang ladang,<br />
Dan cucuran air mata dari syurga.<br />
Maka, disertai cinta kasih -<br />
dihela dari kedalaman laut kasih-sayang;<br />
tertawa ria dari rona padang jiwa,<br />
air mata dari kenangan syurga abadi.<br />
<br />
<br />
(Dari ‘Dam’ah Wa Ibtisamah’ -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-10456019791616194912011-05-29T19:44:00.001-07:002011-05-29T19:44:35.970-07:00Tanya Sang Anak<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="capitalize"><strong><span style="color: purple;">Author: Kahlil Gibran </span></strong></div>Konon pada suatu desa terpencil<br />
Terdapat sebuah keluarga<br />
Terdiri dari sang ayah dan ibu<br />
Serta seorang anak gadis muda dan naif!<br />
<br />
Pada suatu hari sang anak bertanya pada sang ibu!<br />
Ibu! Mengapa aku dilahirkan wanita?<br />
Sang ibu menjawab,”Kerana ibu lebih kuat dari ayah!”<br />
Sang anak terdiam dan berkata,”Kenapa jadi begitu?”<br />
<br />
Sang anak pun bertanya kepada sang ayah!<br />
Ayah! Kenapa ibu lebih kuat dari ayah?<br />
Ayah pun menjawab,”Kerana ibumu seorang wanita!!!<br />
Sang anak kembali terdiam.<br />
<br />
Dan sang anak pun kembali bertanya!<br />
Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ayah?<br />
Dan sang ayah pun kembali menjawab,” Iya, kau adalah yang terkuat!”<br />
Sang anak kembali terdiam dan sesekali mengerut dahinya.<br />
<br />
Dan dia pun kembali melontarkan pertanyaan yang lain.<br />
Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ibu?<br />
Ayah kembali menjawab,”Iya kaulah yang terhebat dan terkuat!”<br />
“Kenapa ayah, kenapa aku yang terkuat?” Sang anak pun kembali melontarkan pertanyaan.<br />
<br />
Sang ayah pun menjawab dengan perlahan dan penuh kelembutan. “Kerana engkau adalah buah dari cintanya!<br />
Cinta yang dapat membuat semua manusia tertunduk dan terdiam. Cinta yang dapat membuat semua manusia buta, tuli serta bisu!<br />
<br />
Dan kau adalah segalanya buat kami.<br />
Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan kami.<br />
Tawamu adalah tawa kami.<br />
Tangismu adalah air mata kami.<br />
Dan cintamu adalah cinta kami.<br />
<br />
Dan sang anak pun kembali bertanya!<br />
Apa itu Cinta, Ayah?<br />
Apa itu cinta, Ibu?<br />
Sang ayah dan ibu pun tersenyum!<br />
Dan mereka pun menjawab,”Kau, kau adalah cinta kami sayang..”</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-52646371364159017982011-05-29T19:43:00.003-07:002011-05-29T19:43:49.527-07:00Rahasia Biruku<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="capitalize"><strong><span style="color: purple;">Author: Kahlil Gibran </span></strong></div>Biru…<br />
aku ingat saat dirimu menatap mataku dengan lembut <br />
dan berkata bahwa cintamu merupakan mahakarya indah penuh makna <br />
yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata<br />
hanya bisa dirasakan dengan hati yang terdalam<br />
<br />
biru…<br />
ternyata dirimulah yang bisa membuatku kembali membuka hati<br />
yang tertutup rapat oleh serpihan luka yang lama terpendam<br />
membuatku dapat melupakan semua keraguan jiwa<br />
dan lebih merasakan hangatnya cinta…<br />
<br />
biru…<br />
kau mampu memberiku warna yang berbeda di setiap sisi lemahku…<br />
membuatku tertawa, tersenyum, dan lebih semangat menjalani hari-hariku bersamamu<br />
kau juga memberiku rasa tenang, damai, dan juga cinta disampingmu<br />
dengan segala kekuranganku<br />
<br />
kau memang spesial di hatiku…<br />
kau juga inspirasi di setiap langkah-langkahku…<br />
<br />
biru…<br />
kau sungguh membuatku bersyukur karena memilikimu,<br />
memberi sejuta rasa untuk menghargai cinta dan indahnya kehidupan…</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-67312073111601222502011-05-29T19:43:00.001-07:002011-05-29T19:43:19.624-07:00Prosa V<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="capitalize"><strong><span style="color: purple;">Author: Kahlil Gibran </span></strong></div>Aku akan melakukan segala apa yang telah engkau ucapkan tadi<br />
Dan aku akan menjadikan jiwaku sebagai sebuah kelambu yang<br />
menyelubungi jiwamu.<br />
Hatiku akan menjadi tempat tinggal keanggunanmu<br />
serta dadaku akan menjadi kubur bagi penderitaanmu.<br />
Aku akan selalu mencintaimu…sebagaimana padang rumput<br />
yang luas mencintai musim bunga.<br />
<br />
Aku akan hidup di dalam dirimu laksana bunga-bunga yang hidup oleh panas matahari.<br />
Aku akan menyanyikan namamu seperti lembah menyanyikan gema loceng di desa<br />
Aku akan mendengar bahasa jiwamu seperti pantai mendengarkan kisah-kisah gelombang.<br />
Aku akan mengingatimu seperti perantau asing yang mengenang tanahair tercintanya,<br />
Sebagaimana orang lapar mengingati pesta jamuan makan,<br />
Seperti raja yang turun takhta mengingati masa-masa kegemilangannya,<br />
Dan seperti seorang tahanan mengingati masa-masa kesenangan dan kebebasan.<br />
Aku akan mengingatimu sebagaimana seorang petani yang mengingati bekas-bekas gandum di lantai tempat simpanannya,<br />
juga seperti gembala mengingati padang rumput yang luas dan<br />
sungai yang segar airnya.”<br />
<br />
(Dari Sayap Sayap Patah)</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-64007248266996527222011-05-29T19:42:00.003-07:002011-05-29T19:42:34.903-07:00Persahabatan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="capitalize"><strong><span style="color: purple;">Author: Kahlil Gibran </span></strong></div>Dan seorang remaja berkata, Bicaralah pada kami tentang Persahabatan.<br />
<br />
Dan dia? menjawab:<br />
Sahabat adalah keperluan jiwa, yang mesti dipenuhi.<br />
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau tuai dengan penuh rasa terima kasih.<br />
Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu.<br />
Kerana kau menghampirinya saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa mahu kedamaian.<br />
<br />
Bila dia berbicara, mengungkapkan fikirannya, kau tiada takut membisikkan kata “Tidak” di kalbumu sendiri, pun tiada kau menyembunyikan kata “Ya”.<br />
Dan bilamana dia diam,hatimu berhenti dari mendengar hatinya; kerana tanpa ungkapan kata, dalam? <br />
persahabatan, segala fikiran, hasrat, dan keinginan dilahirkan bersama dan dikongsi, dengan kegembiraan tiada terkirakan.<br />
Di kala berpisah dengan sahabat, tiadalah kau berdukacita;<br />
Kerana yang paling kau kasihi dalam dirinya, mungkin kau nampak lebih jelas dalam ketiadaannya, <br />
bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.<br />
<br />
Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya roh kejiwaan.<br />
Kerana cinta yang mencari sesuatu di luar jangkauan misterinya, bukanlah cinta , <br />
tetapi sebuah jala yang ditebarkan: hanya menangkap yang tiada diharapkan.<br />
<br />
Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.<br />
Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenali pula musim pasangmu.<br />
Gerangan apa sahabat itu jika? kau sentiasa mencarinya, untuk sekadar bersama dalam membunuh waktu?<br />
Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu!<br />
Kerana dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.<br />
Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria dan berkongsi kegembiraan..<br />
Kerana dalam titisan kecil embun pagi, hati manusia menemui fajar dan ghairah segar kehidupan.</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-51462704530747502172011-05-29T19:42:00.001-07:002011-05-29T19:42:03.245-07:00Penyair<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="capitalize"><strong><span style="color: purple;">Author: Kahlil Gibran </span></strong></div>Dia adalah rantai penghubung<br />
Antara dunia ini dan dunia akan datang<br />
Kolam air manis buat jiwa-jiwa yang kehausan,<br />
Dia adalah sebatang pohon tertanam<br />
Di lembah sungai keindahan<br />
Memikul bebuah ranum<br />
Bagi hati lapar yang mencari.<br />
<br />
Dia adalah seekor burung nightingale<br />
Menyejukkan jiwa yang dalam kedukaan<br />
Menaikkan semangat dengan alunan melodi indahnya<br />
<br />
Dia adalah sepotong awan putih di langit cerah<br />
Naik dan mengembang memenuhi angkasa.<br />
Kemudian mencurahkan kurnianya di atas padang kehidupan. Membuka kelopak mereka bagi menerima cahaya.<br />
<br />
Dia adalah malaikat diutus Yang Maha Kuasa mengajarkan Kalam Ilahi.<br />
Seberkas cahaya gemilang tak kunjung padam.<br />
Tak terliput gelap malam<br />
Tak tergoyah oleh angin kencang<br />
Ishtar, dewi cinta, meminyakinya dengan kasih sayang<br />
Dan, nyanyian Apollo menjadi cahayanya.<br />
<br />
Dia adalah manusia yang selalu bersendirian,<br />
hidup serba sederhana dan berhati suci<br />
Dia duduk di pangkuan alam mencari inspirasi ilham<br />
Dan berjaga di keheningan malam,<br />
Menantikan turunnya ruh<br />
<br />
Dia adalah si tukang jahit yang menjahit benih hatinya di ladang kasih sayang<br />
dan kemanusiaan menyuburkannya<br />
<br />
Inilah penyair yang dipinggirkan oleh manusia<br />
pada zamannya,<br />
Dan hanya dikenali sesudah jasad ditinggalkan<br />
Dunia pun mengucapkan selamat tinggal dan kembali ia pada Ilahi<br />
<br />
Inilah penyair yang tak meminta apa-apa<br />
dari manusia kecuali seulas senyuman<br />
Inilah penyair yang penuh semangat dan memenuhi<br />
cakerawala dengan kata-kata indah<br />
Namun manusia tetap menafikan kewujudan keindahannya<br />
<br />
Sampai bila manusia terus terlena?<br />
Sampai bila manusia menyanjung penguasa yang<br />
meraih kehebatan dgn mengambil kesempatan??<br />
Sampai bila manusia mengabaikan mereka? yang boleh memperlihatkan keindahan pada jiwa-jiwa mereka<br />
Simbol cinta dan kedamaian?<br />
<br />
Sampai bila manusia hanya akan menyanjung jasa? org yang sudah tiada?<br />
dan melupakan si hidup yg dikelilingi penderitaan<br />
yang menghambakan hidup mereka seperti lilin menyala<br />
bagi menunjukkan jalan yang benar bagi orang yang lupa<br />
<br />
Dan oh para penyair,<br />
Kalian adalah kehidupan dalam? kehidupan ini:<br />
Telah engkau tundukkan abad demi abad termasuk tirainya.<br />
<br />
Penyair..<br />
Suatu hari kau akan merajai hati-hati manusia<br />
Dan, kerana itu kerajaanmu adalah abadi.<br />
<br />
Penyair..periksalah mahkota berdurimu..kau akan menemui kelembutan di sebalik jambangan bunga-bunga Laurel…<br />
<br />
(Dari ‘Dam’ah Wa Ibtisamah’ -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-84325629368463340832011-05-29T19:41:00.001-07:002011-05-29T19:41:14.966-07:00Mimpi<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="capitalize"><strong><span style="color: purple;">Author: Kahlil Gibran </span></strong></div>Kala malam datang dan rasa kantuk membentangkan selimutnya di wajah bumi, aku bangun dan berjalan ke laut, <br />
“Laut tidak pernah tidur, dan dalam keterjagaannya itu laut menjadi penghibur bagi jiwa yang terjaga.”,<br />
<br />
Ketika aku sampai di pantai, kabus dari gunung menjuntaikan kakinya seperti selembar jilbab yang menghiasi wajah seorang gadis. <br />
Aku melihat ombak yang berdeburan. Aku mendengar puji-pujiannya kepada Tuhan <br />
dan bermeditasi di atas kekuatan abadi yang tersembunyi di dalam ombak-ombak itu – kekuatan yang lari bersama angin, <br />
mendaki gunung, tersenyum lewat bibir sang mawar dan menyanyi dengan desiran air yang mengalir di parit-parit.<br />
<br />
Lalu aku melihat tiga Putera Kegelapan duduk di atas sebongkah batu. <br />
Aku menghampirinya seolah-olah ada kekuatan yang menarikku tanpa aku dapat melawannya.<br />
<br />
Aku berhenti beberapa langkah dari Putera Kegelapan itu seakan-akan ada tenaga magis yang menahanku. <br />
Saat itu, salah satunya berdiri dan dengan suara yang seolah berasal dari dalam laut ia berkata:<br />
“Hidup tanpa cinta ibarat pohon yang tidak berbunga dan berbuah. Dan cinta tanpa keindahan seperti bunga tanpa aroma semerbak<br />
dan seperti buah tanpa biji. Hidup, cinta dan keindahan adalah tiga dalam satu, yang tidak dapat dipisahkan ataupun diubah.”<br />
<br />
Putera kedua berkata dengan suara bergema seperti air terjun,<br />
”Hidup tanpa berjuang seperti empat musim yang kehilangan musim bunganya. Dan perjuangan tanpa hak seperti padang pasir yang tandus. <br />
Hidup, perjuangan dan hak adalah tiga dalam satu yang tidak dapat dipisahkan ataupun diubah.”<br />
<br />
Kemudian Putera ketiga membuka mulutnya seperti dentuman halilintar :<br />
<br />
“Hidup tanpa kebebasan seperti tubuh tanpa jiwa, dan kebebasan tanpa akal seperti roh yang kebingungan. <br />
Hidup, kebebasan dan akal adalah tiga dalam satu, abadi dan tidak pernah sirna.”<br />
Selanjutnya ketiga-tiganya berdiri dan berkata dengan suara yang menggerunkan sekali:<br />
<br />
Itulah anak-anak cinta,<br />
Buah dari perjuangan,<br />
Akibat dari kebebasan,<br />
Tiga manifestasi Tuhan,<br />
Dan Tuhan adalah ungkapan<br />
dari alam yang bijaksana.<br />
<br />
Saat itu diam melangut, hanya gemersik sayap-sayap yang tak nampak dan getaran tubuh-tubuh halus yang terus-menerus.<br />
<br />
Aku menutup mata dan mendengar gema yang baru saja berlalu. Ketika aku membuka mataku, <br />
aku tidak lagi melihat Putera-Putera Kegelapan itu, hanya laut yang dipeluk halimunan. <br />
Aku duduk, tidak memandang apa-apa pun kecuali asap dupa yang menggulung ke syurga.</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-78450675998004671572011-05-29T19:40:00.000-07:002011-05-29T19:40:43.833-07:00Kasih Sayang dan Persamaan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="capitalize"><b><span style="color: purple;">Author: Kahlil Gibran </span></b><br />
</div>Sahabatku yang papa, jika engkau mengetahui, bahawa Kemiskinan yang membuatmu sengsara itu mampu menjelaskan pengetahuan tentang Keadilan<br />
dan pengertian tentang Kehidupan, maka engkau pasti berpuas hati dengan nasibmu.<br />
<br />
Kusebut pengetahuan tentang Keadilan : Kerana orang kaya terlalu sibuk mengumpul harta utk mencari pengetahuan.<br />
Dan kusebut pengertian tentang Kehidupan : Kerana orang yang kuat terlalu berhasrat mengejar kekuatan dan keagungan bagi menempuh jalan kebenaran.<br />
<br />
Bergembiralah, sahabatku yang papa, kerana engkau merupakan penyambung lidah Keadilan dan Kitab tentang Kehidupan. <br />
Tenanglah, kerana engkau merupakan sumber kebajikan bagi mereka yang memerintah terhadapmu, dan tiang kejujuran bagi mereka yang membimbingmu.<br />
<br />
Jika engkau menyedari, sahabatku yang papa, bahawa malang yang menimpamu dalam hidup merupakan kekuatan yang menerangi hatimu, <br />
dan membangkitkan jiwamu dari ceruk ejekan ke singgahsana kehormatan, maka engkau akan merasa berpuas hati kerana pengalamanmu, <br />
dan engkau akan memandangnya sebagai pembimbing, serta membuatmu bijaksana.<br />
<br />
Kehidupan ialah suatu rantai yang tersusun oleh banyak mata rantai yang berlainan. <br />
Duka merupakan salah satu mata rantai emas antara penyerahan terhadap masa kini dan harapan? masa depan.<br />
Antara tidur dan jaga, di luar fajar merekah.<br />
<br />
Sahabatku yang papa, Kemiskinan menyalakan api<br />
keagungan jiwa, sedangkan kemewahan memperlihatkan keburukannya. <br />
Duka melembutkan perasaan, dan Suka mengubati hati yang luka. Bila Duka dan kemelaratan dihilangkan, <br />
jiwa manusia akan menjadi batu tulis yang kosong, hanya memperlihatkan kemewahan dan kerakusan.<br />
<br />
Ingatlah, bahawa keimanan itu adalah peribadi sejati Manusia. Tidak dapat ditukar dengan emas; <br />
tidak dapat dikumpul seperti harta kekayaan. Mereka yang mewah sering meminggirkan keimananan, dan mendakap erat emasnya.<br />
<br />
Orang muda sekarang jangan sampai meninggalkan Keimananmu, dan hanya mengejar kepuasan diri dan kesenangan semata.? <br />
Orang-orang papa yang kusayangi, saat bersama isteri dan anak sekembalinya dari ladang merupakan waktu yang paling mesra bagi keluarga,<br />
sebagai lambang kebahagiaan bagi takdir angkatan yang akan datang. Tapi hidup orang yang senang bermewah-mewahan dan mengumpul emas, <br />
pada hakikatnya seperti hidup cacing di dalam kuburan. Itu menandakan ketakutan.<br />
<br />
Air mata yang kutangiskan, wahai sahabatku yang papa, lebih murni daripada tawa ria orang yang ingin melupakannya, <br />
dan lebih manis daripada ejekan seorang pencemuh. Air mata ini membersihkan hati dan kuman benci, <br />
dan mengajar manusia ikut merasakan pedihnya hati yang patah.<br />
<br />
Benih yang kautaburkan bagi si kaya, dan akan kau tuai nanti, akan kembali pada sumbernya, sesuai dengan Hukum Alam. <br />
Dan dukacita yang kausandang, akan dikembalikan menjadi sukacita oleh kehendak Syurga. <br />
Dan angkatan mendatang akan mempelajari Dukacita dan Kemelaratan sebagai pelajaran tentang Kasih Sayang dan Persamaan.<br />
<br />
(Dari ‘Suara Sang Guru’)</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-85726478582930940472011-05-29T19:38:00.000-07:002011-05-29T19:38:33.483-07:00Kata selembar kertas seputih salju<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="capitalize"><strong><span style="color: purple;">Author: Kahlil Gibran </span></strong></div><div class="capitalize"><strong><span style="color: purple;"><br />
</span></strong></div>Kata selembar kertas seputih salju,”Aku tercipta secara murni, kerana itu aku akan tetap murni selamanya. <br />
Lebih baik aku dibakar dan kembali menjadi abu putih daripada menderita kerana tersentuh kegelapan atau didekati oleh sesuatu yang kotor.”<br />
<br />
Tinta botol mendengar kata kertas itu. Ia tertawa dalam hatinya yang hitam, tapi tak berani mendekatinya. <br />
Pensil-pensil beraneka warna pun mendengarnya, dan mereka pun tak pernah mendekatinya. <br />
Dan selembar kertas yang seputih salju itu tetap suci dan murni selamanya -suci dan murni- dan kosong.</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-5034916116704082802011-05-29T19:36:00.001-07:002011-05-29T19:36:18.371-07:00Ibu<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="capitalize"><strong><span style="color: purple;">Author: Kahlil Gibran </span></strong></div><div class="capitalize"><strong><span style="color: purple;"><br />
</span></strong></div>Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir – bibir manusia.<br />
Dan “Ibuku” merupakan sebutan terindah.<br />
Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari kedalaman jiwa.<br />
<br />
Ibu adalah segalanya. Ibu adalah penegas kita dilaka lara, impian kta dalam rengsa, rujukan kita di kala nista.<br />
Ibu adalah mata air cinta, kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi. Siapa pun yang kehilangan ibinya, ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa<br />
merestui dan memberkatinya.<br />
<br />
Alam semesta selalu berbincang dalam bahasa ibu. Matahari sebagai ibu bumi yang menyusuinya melalui panasnya.<br />
Matahari tak akan pernah meninggalkan bumi sampai malam merebahkannya dalam lentera ombak, syahdu tembang beburungan dan sesungaian.<br />
<br />
Bumi adalah ibu pepohonan dan bebungaan. Bumi menumbuhkan, menjaga dan membesarkannya. Pepohonan<br />
dan bebungaan adalah ibu yang tulus memelihara bebuahan dan bebijian.<br />
<br />
Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.<br />
Penuh cinta dan kedamaian.</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-25050819319984347132011-05-29T19:35:00.001-07:002011-05-29T19:35:42.743-07:00Guru<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="capitalize"><strong><span style="color: purple;">Author: Kahlil Gibran </span></strong></div><div class="capitalize"><strong><span style="color: purple;"><br />
</span></strong></div>Barangsiapa mahu menjadi guru,<br />
biarkan dia memulai mengajar dirinya sendiri<br />
sebelum mengajar orang lain,<br />
dan biarkan dia mengajar dengan teladan sebelum mengajar dengan kata-kata.<br />
Sebab mereka yang mengajar dirinya sendiri dengan memperbetulkan perbuatan-perbuatannya sendiri<br />
lebih berhak atas penghormatan dan kemuliaan<br />
daripada mereka yang hanya mengajar orang lain<br />
dan memperbetulkan perbuatan-perbuatan orang lain.</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-10791604512721079712011-05-29T19:34:00.001-07:002011-05-29T19:34:58.267-07:00Dua Keinginan<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="capitalize"><strong><span style="color: purple;">Author: Kahlil Gibran </span></strong></div>Di keheningan malam, Sang Maut turun atas hadrat Tuhan menuju ke bumi.<br />
Ia terbang melayang-layang di atas sebuah kota dan mengamati seluruh penghuni dengan tatapan matanya. <br />
Ia menyaksikan jiwa-jiwa yang melayang-layang dengan sayap-sayap mereka, dan orang-orang yang terlena di dalam kekuasaan Sang Lelap.<br />
<br />
Ketika rembulan tersungkur di kaki langit, dan kota itu berubah warna menjadi hitam kepekatan, <br />
Sang Maut berjalan dengan langkah tenang di celah-celah kediaman – berhati-hati tidak menyentuh apa-apa pun –<br />
sehingga tiba di sebuah istana. Ia masuk melalui pagar besi berpaku tanpa sebarang halangan dan berdiri di sisi sebuah ranjang ,<br />
dan tika ia? menyentuh dahi? si lena, lelaki itu membuka kelopak matanya dan memandang dengan penuh ketakutan.<br />
<br />
Melihat bayangan Sang Maut di hadapannya, dia menjerit dengan suara ketakutan bercampur aduk kemarahan, <br />
“Pergilah kau dariku, mimpi yang mengerikan! Pergilah engkau makhluk jahat! Siapakah engkau ini? <br />
Dan bagaimana mungkin kau memasuki istana ini? Apa yang kau inginkan? Tinggalkan rumah ini dengan segera! <br />
Ingatlah, akulah tuan rumah ini. Nyahlah kau, kalau tidak, kupanggil para hamba suruhanku dan para pengawalku? untuk mencincangmu menjadi kepingan!”<br />
<br />
Kemudian Maut berkata dengan suara lembut, tapi sangat menakutkan, “Akulah kematian, berdiri dan tunduklah padaku.”<br />
<br />
Dan si lelaki? itu menjawab, “Apa yang kau inginkan dariku sekarang, dan benda apa yang kau cari? <br />
Kenapa kau datang ketika urusanku belum selesai? Apa yang kau inginkan dari orang kaya berkuasa seperti aku? <br />
Pergilah sana, carilah orang-orang yang lemah, dan ambillah dia! Aku ngeri melihat taring-taringmu yang berdarah dan wajahmu yang bengis, <br />
dan mataku sakit menatap sayap-sayapmu yang menjijikkan dan tubuhmu yang meloyakan.”<br />
<br />
Namun selepas tersedar, dia menambah dengan ketakutan, “Tidak, tidak, Maut yang pengampun, <br />
jangan pedulikan apa yang telah kukatakan, kerana rasa takut membuat diriku mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya terlarang. <br />
Maka ambillah longgokan emasku semahumu atau nyawa salah seorang dari hamba-hambaku, dan tinggalkanlah diriku… <br />
Aku masih mempunyai urusan kehidupan yang belum selesai dan berhutang emas dengan orang. <br />
Di atas laut aku memiliki kapal yang belum kembali ke pelabuhan, permintaanku..jangan ambil nyawaku… <br />
Ambillah olehmu barang yang kau inginkan dan tinggalkanlah daku. Aku punya perempuan simpanan yang? <br />
luarbiasa cantiknya untuk kau pilih, Kematian. Dengarlah lagi : Aku punya seorang putera tunggal yang kusayangi, <br />
dialah sumber kegembiraan hidupku. Kutawarkan dia juga sebagai galang ganti, tapi nyawaku jangan kau cabut dan tinggalkan diriku sendirian.”<br />
<br />
Sang Maut itu mengeruh,”Engkau tidak kaya tapi orang miskin yang tak sedar diri.”? <br />
Kemudian Maut mengambil tangan orang hina itu, mencabut nyawanya, <br />
dan memberikannya kepada para malaikat di langit untuk menghukumnya.<br />
<br />
Dan Maut berjalan perlahan di antara setinggan orang-orang miskin hingga ia mencapai rumah paling daif yang ia temukan. <br />
Ia masuk dan mendekati ranjang di mana tidur seorang pemuda dengan kelelapan yang damai. <br />
Maut menyentuh matanya, anak muda itu pun terjaga. Dan ketika melihat Sang Maut berdiri di sampingnya, <br />
ia berkata dengan suara penuh cinta dan harapan, “Aku di sini, wahai Sang Maut yang cantik. <br />
Sambutlah rohku, kerana kaulah harapan impianku. Peluklah diriku, kekasih jiwaku, <br />
kerana kau sangat penyayang dan tak kan meninggalkan diriku di sini. Kaulah utusan Ilahi, kaulah tangan kanan kebenaran. <br />
Bawalah daku pada Ilahi. Jangan tinggalkan daku di sini.”<br />
<br />
“Aku telah memanggil dan merayumu berulang kali, namun kau tak jua datang. <br />
Tapi kini kau telah mendengar suaraku, kerana itu jangan kecewakan cintaku dengan menjauhi diri. <br />
Peluklah rohku, Sang Maut yang dikasihi.”<br />
<br />
Kemudian Sang Maut meletakkan jari-jari lembutnya ke atas bibir yang bergetar itu, <br />
mencabut nyawanya, dan menaruh roh itu di bawah perlindungan sayap-sayapnya.<br />
<br />
Ketika ia naik kembali ke langit, Maut menoleh ke belakang — ke dunia – dan dalam bisikan amaran ia berkata, <br />
“Hanya mereka? di dunia yang? mencari Keabadianlah yang sampai ke Keabadian itu.”<br />
<br />
(Dari ‘Dam’ah Wa Ibtisamah’ -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-61249486073627841472011-05-29T19:33:00.000-07:002011-05-29T19:33:03.659-07:00Cinta (III)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="capitalize"><strong><span style="color: purple;">Author: Kahlil Gibran </span></strong></div>Kemarin aku berdiri berdekatan pintu gerbang sebuah rumah ibadat dan bertanya kepada manusia yang lalu-lalang di situ tentang misteri dan kesucian cinta.<br />
Seorang lelaki setengah baya menghampiri, tubuhnya rapuh wajahnya gelap. Sambil mengeluh dia berkata, “Cinta telah membuat suatu kekuatan menjadi lemah, aku mewarisinya dari Manusia Pertama.”<br />
<br />
Seorang pemuda dengan tubuh kuat dan besar menghampiri. Dengan suara bagai menyanyi dia berkata, “Cinta adalah sebuah ketetapan hati yang ditumbuhkan dariku, yang rnenghubungkan masa sekarang dengan generasi masa lalu dan generasi yang akan datang.’<br />
<br />
Seorang wanita dengan wajah melankolis menghampiri dan sambil mendesah, dia berkata, ‘Cinta adalah racun pembunuh, ular hitam berbisa yang menderita di neraka, terbang melayang dan berputar-putar menembusi langit sampai ia jatuh tertutup embun, ia hanya akan diminum oleh roh-roh yang haus. Kemudian mereka akan mabuk untuk beberapa saat, diam selama satu tahun dan mati untuk selamanya.’<br />
<br />
Seorang gadis dengan pipi kemerahan menghampiri dan dengan tersenyum dia berkata, “Cinta itu laksana air pancuran yang digunakan roh pengantin sebagai siraman ke dalam roh orang-orang yg kuat,? membuat mereka bangkit dalam doa di antara bintang-bintang di malam hari dan senandung pujian? di depan matahari di siang hari.’<br />
<br />
Setelah itu seorang lelaki menghampiri. Bajunya hitam, janggutnya panjang dengan dahi berkerut, dia berkata, “Cinta adalah ketidakpedulian yang buta. la bermula dari hujung masa muda dan berakhir pada pangkal masa muda.’<br />
<br />
Seorang lelaki tampan dengan wajah bersinar dan dengan bahagia berkata, ‘Cinta adalah pengetahuan syurgawi yang menyalakan mata kita. Ia menunjukkan segala sesuatu kepada kita seperti para dewa melihatnya.’<br />
<br />
Seorang bermata buta menghampiri, sambil mengetuk-ngetukkan tongkatnya ke tanah dan dia kemudian berkata sambil menangis, ‘Cinta adalah kabus tebal yang menyelubungi gambaran sesuatu darinya atau yang membuatnya hanya melihat hantu dari nafsunya yang berkelana di antara batu karang, tuli terhadap suara-suara dari tangisnya sendiri yang bergema di lembah-lembah.’<br />
<br />
Seorang pemuda, dengan membawa sebuah gitar menghampiri dan menyanyi, ‘Cinta adalah cahaya ghaib yang bersinar dari kedalaman kehidupan yang peka dan mencerahkan segala yang ada di sekitarnya. Engkau bisa melihat dunia bagai sebuah perarakan yang berjalan melewati padang rumput hijau. Kehidupan adalah bagai sebuah mimpi indah yang diangkat dari kesedaran dan kesedaran.’<br />
<br />
Seorang lelaki dengan badan bongkok dan kakinya bengkok bagai potongan-potongan kain menghampiri. Dengan suara bergetar, dia berkata, “Cinta adalah istirahat panjang bagi raga di dalam kesunyian makam, kedamaian bagi jiwa dalam kedalaman keabadian.?<br />
<br />
Seorang anak kecil berumur lima tahun menghampiri dan sambil tertawa dia berkata, “Cinta adalah ayahku, cinta adalah ibuku. Hanya ayah dan ibuku yang mengerti tentang cinta.”<br />
<br />
Waktu terus berjalan. Manusia terus-menerus melewati rumah ibadat. Masing-masing mempunyai pandangannya tersendiri tentang cinta. Semua menyatakan harapan-harapannya dan mengungkapkan misteri-misteri kehidupannya.</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-61532583124564330772011-05-29T19:32:00.001-07:002011-05-29T19:32:22.332-07:00Cinta (II)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="capitalize"><strong><span style="color: purple;">Author: Kahlil Gibran </span></strong></div>Mereka berkata tentang serigala dan tikus<br />
Minum di sungai yang sama<br />
Di mana singa melepas dahaga<br />
<br />
Mereka berkata tentang helang dan? hering<br />
Menjunam paruhnya ke dalam bangkai yg sama<br />
Dan berdamai – di antara satu sama lain,<br />
Dalam kehadiran bangkai – bangkai mati itu<br />
<br />
Oh Cinta, yang tangan lembutnya<br />
mengekang keinginanku<br />
Meluapkan rasa lapar dan dahaga<br />
akan maruah dan kebanggaan,<br />
<br />
Jangan biarkan nafsu kuat terus menggangguku<br />
Memakan roti dan meminum anggur<br />
Menggoda diriku yang lemah ini<br />
Biarkan rasa lapar menggigitku,<br />
Biarkan rasa haus membakarku,<br />
Biarkan aku mati dan binasa,<br />
Sebelum kuangkat tanganku<br />
Untuk cangkir yang tidak kau isi,<br />
Dan mangkuk yang tidak kau berkati</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-83162141399691381042011-05-29T19:27:00.000-07:002011-05-29T19:31:55.999-07:00Cinta (I)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="capitalize" style="color: blue;"><b>Author: Kahlil Gibran </b></div><div class="capitalize"></div>Lalu berkatalah Almitra, Bicaralah pada kami perihal Cinta.<br />
<br />
Dan dia mengangkatkan kepalanya dan memandang? ke arah kumpulan manusia itu, dan keheningan menguasai mereka. Dan dengan suara lantang dia berkata:<br />
<br />
Pabila? cinta menggamitmu, ikutlah ia<br />
Walaupun jalan-jalannya sukar dan curam<br />
Pabila ia mengepakkan sayapnya,<br />
Engkau serahkanlah dirimu kepadanya<br />
Walaupun pedang yang tersisip pada sayapnya akan melukakan kamu.<br />
<br />
Pabila ia berkata-kata<br />
Engkau percayalah kepadanya<br />
walaupun suaranya akan menghancurkan mimpimu<br />
seperti angin utara yang memusnahkan taman-taman<br />
kerana sekalipun cinta memahkotakan kamu<br />
Ia juga akan mengorbankan kamu<br />
walaupun ia menyuburkan dahan-dahanmu<br />
ia juga mematahkan ranting-rantingmu<br />
walaupun ia memanjat dahanmu yang tinggi<br />
dan mengusap ranting-rantingmu yang gementar<br />
dalam remang cahaya matahari<br />
ia juga turun ke akar-akarmu<br />
dan menggoncangkannya dari perut bumi<br />
<br />
Seperti seberkas jagung<br />
ia akan mengumpulmu untuk dirinya<br />
membantingkanmu sehingga engkau bogel<br />
mengayakkanmu sehingga terpisah kamu dari kulitmu<br />
mengisarkanmu sehingga engkau menjadi putih bersih<br />
mengulimu agar kamu mudah dibentuk<br />
dan selepas itu membakarmu di atas bara api<br />
agar kamu menjadi sebuku roti yang diberkati<br />
untuk hidangan kenduri Tuhanmu yang suci<br />
<br />
Semua ini akan cinta lakukan kepadamu<br />
supaya engkau memahami rahsia hatinya<br />
dan dengan itu menjadi wangi-wangian kehidupan<br />
tetapi seandainya di dalam ketakutanmu<br />
engkau hanya mencari kedamaian dan nikmat cinta<br />
maka lebih baiklah engkau membalut dirimu<br />
yang bogel itu<br />
dan beredarlah dari laman cinta yang penuh gelora<br />
ke dunia gersang yang tidak bermusim<br />
di sana engkau akan ketawa<br />
tetapi bukan tawamu<br />
dan engkau akan menangis<br />
tetapi bukan dengan air matamu<br />
<br />
Cinta tidak memberikan apa-apa melainkan dirinya<br />
dan tidak mengambil apa-apa melainkan daripada dirinya<br />
cinta tidak mengawal sesiapa<br />
dan cinta tidak boleh dikawal sesiapa<br />
kerana cinta lengkap dengan sendirinya<br />
<br />
Dan pabila engkau bercinta<br />
engkau tidak seharusnya berkata<br />
“kejadian adalah hatiku,” sebaliknya berkatalah:<br />
“aku adalah kejadian”<br />
<br />
Dan janganlah engkau berfikir<br />
engkau boleh menentukan arus cinta<br />
kerana seandainya cinta memberkatimu<br />
ia akan menentukan arah perjalananmu<br />
<br />
Cinta tiada nafsu melainkan dirinya<br />
tetapi seandainya kamu bercinta<br />
dan ada nafsu pada cintamu itu<br />
maka biarlah yang berikut ini menjadi nafsumu;<br />
menjadi air batu yang cair<br />
membentuk anak-anak sungai<br />
yang menyanyikan melodi cinta<br />
pada malam yang gelap gelita<br />
untuk mengenal betapa pedihnya kemesraan<br />
untuk merasa luka kerana engkau kini mengenali cinta<br />
dan rela serta gembira<br />
melihat darah dari lukanya<br />
untuk bangun pada waktu fajar dengan hati yang lega<br />
dan bersyukur untuk satu hari lagi yang terisi cinta<br />
untuk beristirehat ketika matahari remang<br />
untuk mengingati kemanidan dalam tidurmu berdoalah untuk kekasihmu<br />
yang bersemadi di dalam hatimu<br />
dengan lagu kesyukuran pada bibirmu<br />
<br />
(Dari ‘Sang Nabi’)</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3268771112110079177.post-6055232636000164522011-05-29T19:26:00.000-07:002011-05-29T19:28:40.674-07:00Cinta<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="capitalize" style="color: blue;"><b>Author: Kahlil Gibran </b></div><div class="capitalize"></div>kenapa kita menutup mata ketika kita tidur?<br />
ketika kita menangis?<br />
ketika kita membayangkan?<br />
itu karena hal terindah di dunia tdk terlihat<br />
<br />
ketika kita menemukan seseorang yang<br />
keunikannya sejalan dengan kita, kita bergabung<br />
dengannya dan jatuh ke dalam suatu keanehan<br />
serupa yang dinamakan cinta.<br />
<br />
Ada hal2 yang tidak ingin kita lepaskan,<br />
seseorang yang tidak ingin kita tinggalkan,<br />
tapi melepaskan bukan akhir dari dunia,<br />
melainkan suatu awal kehidupan baru,<br />
kebahagiaan ada untuk mereka yang tersakiti,<br />
mereka yang telah dan tengah mencari dan<br />
mereka yang telah mencoba.<br />
karena merekalah yang bisa menghargai betapa<br />
pentingnya orang yang telah menyentuh kehidupan<br />
mereka.<br />
<br />
Cinta yang sebenarnya adalah ketika kamu<br />
menitikan air mata dan masih peduli terhadapnya,<br />
adalah ketika dia tidak memperdulikanmu dan<br />
kamu masih menunggunya dengan setia.<br />
<br />
Adalah ketika di mulai mencintai orang lain dan<br />
kamu masih bisa tersenyum dan berkata<br />
” aku turut berbahagia untukmu ”<br />
<br />
Apabila cinta tidak bertemu bebaskan dirimu,<br />
biarkan hatimu kembalike alam bebas lagi.<br />
kau mungkin menyadari, bahwa kamu menemukan<br />
cinta dan kehilangannya, tapi ketika cinta itu mati<br />
kamu tidak perlu mati bersama cinta itu.<br />
<br />
Orang yang bahagia bukanlah mereka yang selalu<br />
mendapatkan keinginannya, melainkan mereka<br />
yang tetap bangkit ketika mereka jatuh, entah<br />
bagaimana dalam perjalanan kehidupan.<br />
kamu belajar lebih banyak tentang dirimu sendiri<br />
dan menyadari bahwa penyesalan tidak<br />
seharusnya ada, cintamu akan tetap di hatinya<br />
sebagai penghargaan abadi atas pilihan2 hidup<br />
yang telah kau buat.<br />
<br />
Teman sejati, mengerti ketika kamu berkata ” aku<br />
lupa ….”<br />
menunggu selamanya ketika kamu berkata ”<br />
tunggu sebentar ”<br />
tetap tinggal ketika kamu berkata ” tinggalkan aku<br />
sendiri ”<br />
mebuka pintu meski kamu belum mengetuk dan<br />
belum berkata ” bolehkah saya masuk ? ”<br />
mencintai juga bukanlah bagaimana kamu<br />
melupakan dia bila ia berbuat kesalahan,<br />
melainkan bagaimana kamu memaafkan.<br />
<br />
Bukanlah bagaimana kamu mendengarkan,<br />
melainkan bagaimana kamu mengerti.<br />
bukanlah apa yang kamu lihat, melainkan apa<br />
yang kamu rasa,<br />
bukanlah bagaimana kamu melepaskan melainkan<br />
bagaimana kamu bertahan.<br />
<br />
Mungkin akan tiba saatnya di mana kamu harus<br />
berhenti mencintai seseorang, bukan karena orang<br />
itu berhenti mencintai kita melainkan karena kita<br />
menyadari bahwa orang iu akan lebih berbahagia<br />
apabila kita melepaskannya.<br />
<br />
kadangkala, orang yang paling mencintaimu adalah<br />
orang yang tak pernah menyatakan cinta<br />
kepadamu, karena takut kau berpaling dan<br />
memberi jarak, dan bila suatu saat pergi, kau akan<br />
menyadari bahwa dia adalah cinta yang tak kau<br />
sadari</div>Rudy Situmoranghttp://www.blogger.com/profile/15325707372431684520noreply@blogger.com0